Lailatul Qadr
BAB II
MALAM LAILATUL-QADAR
Ada
suatu malam yang disebut dengan malam Lailatul-Qadar, diantara
malam-malam Ramadhan yang terkenal dengan kebaikan dan keberkahannya
yang sangat besar. Al-Qur'an telah menyatakan tentang keberkahan dan
keutamaannya yang lebih besar daripada seribu bulan. Dengan kata lain,
lebih berharga daripada 83 tahun 4 bulan. Betapa beruntung, seseorang
yang dapat memperoleh kesempatan untuk benar-benar beribadah pada malam
tersebut, karena berarti ia telah mendapatkan pahala beribadat selama 83
tahun 4 bulan dan bahkan lebih banyak dari itu kita tidak
mengetahuinya. Sesungguhnya malam tersebut adalah suatu karunia dan
rahmat yang besar bagi umat ini.
ASAL USUL
Di
dalam Durrul Mantsur ada sebuah hadits dari Anas ra., bahwa Rasulullah
saw. bersabda, "Lailatul-Qadar telah dikaruniakan kepada umat ini
(umatku) yang tidak diberikan kepada umat-umat sebelumnya." Ada beberapa
pendapat tentang alasan dikaruniakan Lailatul-Qadar. Menurut beberapa
hadits, salah satu sebabnya ialah sebagai berikut: Rasulullah saw.
pernah merenung mengenai usia umat-umat terdahulu yang lebih panjang,
daripada usia umatnya yang pendek. Beliau saw. pun merasa sedih, karena
mustahil umatnya dapat menandingi ibadah umat-umat terdahulu. Oleh
karena itu, Allah dengan kasih sayang-Nya yang tidak terhingga
mengaruniakan Lailatul Qadar kepada umat ini. Hal ini bermakna, apabila
ada seseorang yang memperoleh kesempatan untuk beribadah selama sepuluh
malam Lailatul Qadar pada bulan Ramadhan dan mendapatkan keberkahan
malam tersebut, maka ia akan mendapat pahala beribadah selama 833 tahun 4
bulan bahkan lebih.
Riwayat
lain menyatakan, bahwa Rasulullah saw. pernah bercerita kepada para
sahabatnya ra., kisah tentang seseorang yang sangat sholeh dari kalangan
Bani Israil, yang telah menghabiskan waktunya selama seribu bulan untuk
berjihad fi sabilillah. Mendengar kisah ini, para sahabat merasa hi,
karena mereka tidak dapat mencapai hal itu. Oleh karena itu, Allah
mengaruniakan kepada mereka lailatul qadar. Riwayat lainnya menyatakan,
bahwa Nabi saw. pernah menyebutkan empat nama Nabi dari Bani Israil.
Masing-masing menghabiskan masa 80 tahun untuk berbakti dan beribadah
kepada Allah, dan tidak pemah durhaka sekejap mata pun kepada-Nya.
Mereka adalah Nabi Ayyub as., Nabi Zakariya as., Nabi Ezkil as., Nabi
Yusya' as.. Mendengar hal ini para sahabat ra. merasa kagum, bagaimana
mungkin menyamai amalan mereka. Lalu Jibril as. datang dan membacakan
surat Al-Qadar, yang mewahyukan tentang keberkahan malam yang istimewa
ini.
Terdapat
juga riwayat lain yang menerangkan asal mula Lailatul Qadar. Meskipun
dalam satu masa, perbedaan ini secara umum disebabkan keadaan yang
berbeda yang mengakibatkan ayat ini turun. Oleh karena itu,
penafsirannya dikaitkan dengan kejadian pada masa tersebut. Terlepas
dari riwayat mana yang kita terima, yang penting, Allah telah
mengaruniakan kepada umat ini Lailatul Qadar sebagai nikmat yang besar.
Ini adalah karunia Allah dan hanya orang yang mendapat taufik yang dapat
beramal di dalamnya. Betapa beruntung orang-orang yang bertakwa, yang
tidak pernah meninggalkan ibadah di malam Lailatul Qadar sejak mereka
baligh.
Mengenai
penentuan malam ini, ada lebih kurang lima puluh pendapat yang
berbeda-beda diantara alim ulama. Tidak mudah bagi saya untuk
menyebutkan satu persatu, namun pendapat yang banyak diterima akan
diuraikan di sini. Kitab-kitab hadits telah banyak yang menguraikan
tentang keistimewaan dan keutamaan malam Lailatul Qadar ini melalui
berbagai riwayat. Namun, karena Al-Qur"an sendiri telah menyebutkan
tentang malam tersebut dalam suatu surat yang khusus, maka kita akan
mulai dari penjelasan mengenai penafsiran surat Al-Qadar tersebut, yang
saya ambil dari tafsir Bayanul Qur'an, susunan Maulana Asyraf Ali Thanwi
rah. a. Dan beberapa tambahan dari kitab-kitab lain.
"Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan."
Ayat
tersebut telah menyebutkan suatu kenyataan bahwa pada malam yang
istimewa ini Al-Qur'an telah diturunkan dari Lauh Mahfudz ke langit
dunia. Kenyataan ini telah cukup untuk memperkuat bukti tentang
kemuliaannya,Al-Qur'an yang begitu agung diturunkan pada malam ini. Dan
keberkahan serta keutamaan lainnya pun tertulis dalam surat ini. Pada
ayat berikutnya, agar menarik perhatian kita,
makadiajukanlahsebuahpertanyaan:
"Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?"
Dengan kata lain, pertanyaannya yaitu: Tahukah kamu betapa besar dan pentingnya malam ini? Tahukah kamu akan besarnya nikmat dan karunia pada malam ini? Ayat berikutnya menerangkan keagungan malam tersebut:
"MalamLailatulQadaritu lebih baikdariseribu bulan. "
Artinya,
pahala beribadah pada malam ini, lebih baik dan lebih besar daripada
pahala beribadah selama seribu bulan. Dan kita tidak tahu berapa yang
dimaksud lebih besar itu.
"Pada malam itu turun. malaikat-malaikat dan malaikat Jibril, dengan ijin Allah untukmengatursem.ua urusan. "
Sebuah
penjelasan yang sangat indah mengenai ayat ini, telah diberikan oleh
Imam Razi rah.a.. Beliau menerangkan bahwa ketika manusia pertama kali
diturunkan ke bumi, para malaikat melihatnya dengan penuh prihatin.
Sehingga mereka bertanya kepada Allah, "Mengapa Engkaujadikan (khalifah)
di bumi, orang yang akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah?"
Sebagaimana
halnya, jika ibu bapak memperhatikan asal usul manusia yaitu dari
setetes mani, maka mereka akan memandangnya dengan perasaan jijik.
Sehingga dianggap sebagai sesuatu yang mengotori pakaian mereka sehingga
perlu dicuci. Akan tetapi, ketika dari air mani itu Allah jadikan
seorang bayi yang indah, maka mereka pun mencintai dan menyayanginya.
Demikian juga halnya apabila pada malam kemuliaan, seseorang beribadah
kepada Allah dan memuji-Nya, maka para malaikat pun turun kepada mereka
untuk meminta maaf atas ucapan mereka dahulu tentang manusia.
Dalam ayat ini, disebutkan lafazh 'Warruhu' (Dan
ruh). Yang dimaksudkan disini ialah Jibril as., yang turun ke bumi pada
malam tersebut. Para ahli tafsir telah memberikan penafsiran yang
beragam mengenainya.
a. Sebagian besar mufassirin sepakat, bahwa yang dimaksud dengan 'ruh' di
situ, adalah malaikat Jibril as.. Menurut Imam Razi rah.a., ini adalah
makna yang paling tepat. Pertama Allah sebutkan malaikat, lalu Jibril
as.. Karena ia mempunyai kedudukan khusus diantara para malaikat, maka
ia disebutkan secara terpisah.
b.
Sebagian mufassirin berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan ruh di
sini, yaitu malaikat yang begitu besar, sehingga jika langit dan bumi
dibandingkan dengan besarnya malaikat tersebut, laksana sesuapmakanan.
c.
Mufassirin lainnya berpendapat, bahwa maksud ruh di sini, yaitu
sekelompok malaikat yang jarang muncul. Hanya muncul pada malam Lailatul
Qadar dan hanya dapat disaksikan oleh malaikat lainnya di malam
tersebut.
d.
Mufassirin lainnya mempercayai, bahwa yang dimaksud dengan ruh di sini,
ialah makhluk Allah tetentu, yang makan dan minum tetapi bukan manusia
dan bukan pula malaikat.
e.
Ada juga pendapat, bahwa maksud ruh di sini, yaitu Nabi Isa as. yang
pada malam itu turun bersama para malaikat untuk melihat amal sholeh
umat ini.
f.
Penafsiran terakhir yang ingin kami bicarakan di sini yaitu, bahwa
rnaksud ruh, ialah rahmat khusus yang diberikan Allah, diturunkan
bersama para malaikat.
Masih
ada penafsiran-penafsiran lainnya tentang ruh ini, namun pendapat
pertamalah yang masyhur. Berkenaan dengan hal ini, Imam Baihaqi
meriwayatkan sebuah hadits dari Anas ra., bahwa Nabi saw. bersabda,
"Pada malam Lailatul Qadar, Jibril as. turun bersama sekumpulan
malaikat, dan berdoa memohon rahmat atas setiap orang yang ditemukan
sibuk dalam beribadat pada malam itu. "
"Dengan ijinTuhannya untuk mengatursemua urusan. "
Mereka
turun dengan membawa kebaikan. Pengarang kitab Mazhahiril Haq menulis,
bahwa pada malam inilah pada masa yang lalu, malaikat diciptakan. Dan
penciptaan Nabi Adam as. dimulai, juga pepohonan surga ditanam. Menurut
beberapa hadits, pada malam ini doa-doa dikabulkan. Begitu pula menurut
sebuah hadits dalam kitab Durrul Mantsur, pada malam ini Nabi Isa as.
diangkat ke langit. Dan pada malam ini juga, taubat Bani Israil
diterima.
Dari
Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa berdiri shalat
pada malam Lailatul-Qadar karena iman dan ihtisab (keyakinan sempurna
dan harapan yang ikhlas untuk memperoleh pahala), maka diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu." (Bukhari, Muslim - At -Targhib)
Faedah:
Maksud 'berdiri' di sini ialah shalat, juga mencakup bentuk ibadah lainnya, seperti dzikir, tilawah, dan sebagainya. Kalimat 'mengharappahala' maksudnya
agar niat seseorang ikhlas dan jauh dari niat-niat buruk atau riya.
Seseorang hendaknya berdiri di hadapan Allah dengan tawadhu' semata-mata
mengharap ridha dan pahalanya-Nya. Menurut Khathabi rah.a., kalimat itu
bermaksud agar seseorang benar-benar ya'kin akan janji Allah dengan
kerelaan hati bukan dengan berat hati. Kita telah mengetahui bahwa jika
seseorang berkeinginan dan berkeyakinan kuat untuk mendapatkan pahala
yang besar, maka ia akan mudah untuk bersungguh-sungguh dalam beribadah.
Bahkan semua itu akan terasa ringan baginya. Inilah alasannya mengapa
orang-orang yang dekat di sisi Allah merasa ringan dalam meningkatkan
dan memperbanyak ibadah mereka.
Penting
untuk diperhatikan tentang dosa-dosa yang telah lalu akan dimaafkan
dalam hadits di atas. Alim ulama mengatakan bahwa yang diampuni hanyalah
dosa-dosa kecil. Karena setiap ayat Al-Qur'an yang menyebutkan tentang
dosa-dosa besar senantiasa disertai kalimat 'kecuali yang bertaubat'. Atas
hal itu, para ulama sepakat bahwa dosa-dosa besar tidak akan diampuni
kecuali jika bertaubat. Sehingga jika ada hadits yang menyatakan tentang
dosa-dosa yang diampuni, maka para ulama berpendapat bahwa yang
dimaksud adalah dosa-dosa kecil saja.
Ayah saya, (semoga Allah merahmatinya dan menerangi kuburnya) pernah mengatakan bahwa ada dua sebab sehingga perkataan 'kecil' tidak disebutkan dalam beberapa hadits tentang pengampunan dosa. Pertama, seorang
muslim yang taat tidak akan mempunyai tanggungan dosa besar. Jika ia
melakukan dosa besar, maka ia tidak akan merasa tenang sampai ia
bertaubat kepada Allah. Kedua, Pada saat seorang muslim sedang
mengharap pahala ibadah pada malam Lailatul-Qadar, maka hatinya akan
menyesali dosa-dosanya. Secara langsung ia akan benar-benar bertaubat
dan berniat tidak akan mengulangi perbuatan itu. Maka seseorang yang
telah berbiiat suatu dosa besar, hendaknya benar-benar bertaubat dengan
penuh ikhlas dengan diikrarkan melalui lisan yaitu pada malam
Lailatul-Qadar atau pada masa-masa makbul doa. Sehingga rahmat Allah
akan tercurah kepadanya, dan dosa-dosanya yang kecil ataupun besar akan
diampuni oleh Allah. Apabila Anda malakukan ini, maka ingatlah saya juga
dalam doa Anda.
Dari
Anas ra., bahwa ketika tiba bulan Ramadhan, Rasulullah saw. bersabda,
"Sesungguhnya bulan Ramadhan telah tiba kepada kalian, yang di dalamnya
terdapat satu malam yang nilainya lebih baik daripada 1000 bulan.
Barangsiapa terhalang dari memperoleh kebaikan malam itu, maka sungguh
ia telah kehilangan seluruh kebaikannya. Dan tidaklah terhalang dari
mendapatkan kebaikan malam itu kecuali orang yang malang. " (Ibnu Maj ah
- At-Targhib)
Faedah :
Siapakah
yang dapat meragukan betapa rugi seseorang yang menyia-nyiakan karunia
yang sangat besar ini? Seorang petugas kereta api rela untuk berjaga
sepanjang malam demi beberapa gerbong kereta api saja, maka apa susahnya
beribadah sepanjang bulan Ramadhan yang akan menghasilkan pahala lebih
baik daripada 80 tahun ibadah? Hal itu dikarenakan kurang semangatnya
kita. Apabila ada sedikit keinginan, jangankan satu malam, ratusan malam
pun kita akan sanggup berjaga. Meskipun Nabi saw. telah dijamin dengan
berbagai kabar gembira, namun beliau tetap sibuk beribadah. Sehingga
kaki beliau bengkak. Diantara kita, terdapat orang-orang yang mengaku
sebagai pengikut beliau. Orang-orang yang menghargai hal itu, maka ia
akan mengerjakan semuanya. Dan memperlihatkan dirinya sebagai contoh
bagi seluruh umat, sehingga tiada seorang pun yang berkesempatan untuk
mengatakan, "Siapakah yang sanggup mengikuti 'ketamakan1
Rasulullah saw. dalam beribadah?" dan "Kepada siapakah hal itu bisa
terjadi?"Hendaknya perlu dipahami dalam hati bahwa seseorang yang
betul-betul ingin meneladaninya, tidak akan sulit baginya untuk menggali
'sungai susu1 dari gunung. Namun hal ini akan terasa sangat sulit didapati tanpa 'membereskan sendal' seseorang.
Salah
satu contoh adalah Umar ra. yang setelah selesai shalat Isya, beliau
pulang ke mmah dan tetap mengerjakan shalat sepanjang malam, sampai
terdengar adzan Shubuh. Juga Utsman ra., setelah berpuasa beliau di
siang hari biasa menghabiskan malamnya dengan shalat. Beliau hanya tidur
sedikit, yaitu sebagian malam pertama. Setiap rakaatnya beliau
menghatamkan seluruh Al-Qur'an. Di dalam kitab syarah Ihya Ulumuddin,
diriwayat Abu Thalib Al-Makki yang mutawatir menyebutkan tentang empat
puluh tabi'in yang biasa melakukan shalat subuh dengan wudhu shalat
Isya.
Syaddad
ra., salah seorang sahabat, ia biasa berbaring namun tidak tidur
sepanjang malam sambil miring ke kanan dan ke kiri sampai waktu fajar
kemudian berkata, "Ya Allah, ketakutan terhadap neraka jahanam telah
mengusir kantukku." Aswad bin Yazid ra., setelah tidur sebentar antara
Maghrib dan Isya. Beliau biasa beribadah sepanjang malam dalam bulan
Ramadhan hingga Shubuh. Diceritakan bahwa Said bin Musayyab rah.a.
selama 50 tahun selalu melakukan shalat Isya dan shalat Fajar dengan
wudhu yang sama. Kemudian Shilah bin Ashyim rah.a. yang biasa
menghabiskan seluruh malamnya untuk beribadah kepada Allah hingga waktu
Shubuh. Lalu setelah matahari terbit, ia berdoa, " Ya Allah, hamba tidak
pantas meminta surga kepada-Mu, tetapi hamba hanya memohon kepada-Mu
agar Engkau menyelamatkan hamba dari Jahannam. "
Qatadah
ra. biasa membaca seluruh Al-Qur" an setiap tiga malam dalam bulan
Ramadhan, tetapi sepuluh malam terakhir dia mengkhatamkan seluruh
Al-Qur" an setiap malam. Imam Abu Hanifah rah.a. terkenal karena selama
40 tahun melakukan shalat Isya dan shalat Fajar dengan wudhu yang sama.
Apabila para sahabatnya bertanya bagaimana ia memperoleh kekuatan untuk
mengerjakannya, beliau menjawab, "Ini karena doa khusus aku mohon kepada
Allah melalui Asma Allah yang agung. " Beliau hanya tidur sebentar di
siang hari, mengenai hal ini, beliau berkata, "Di dalam hadits
dianjurkan untuk melakukannya." Yaitu tidurnya semata-mata untuk
mengikuti sunnah. Beliau juga sering menangis sedemikianrupaketika
membaca Al-Qur"an sehingga tetangga-tetangganya merasa kasihan
kepadanya. Suatu saat dia menangis sepanjang malam, sambil membaca ayat
berikut ini berulang kali,
"Sebenarnya hari Kiamat itulah hari yang dijanjikan (untuk mengadzab) mereka dan (adzab) hari Kiamat itu lebih keras dan !. "(Al-Qomar: 46)
Ibrahim
bin Adham rah. a. bahkan tidak tidur sama sekali pada bulan Ramadhan
baik siang atau malam hari. Imam Syafi'i rah. a. biasa mengkhatamkan
Al-Qur'an 60 kali selama bulan Ramadhan dalam shalat. Selain merekamasih
banyak lagi para waliyullah yang terbiasa mengamalkan perintah Al-Qur"
an ini:
"Dan tidaklah akujadikanjindan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. " Semua amal tersebut mereka laksanakan tanpa beban sedikitpun.
Demikianlah
beberapa contoh orang-orang sholeh terdahulu. Pada jaman sekararig'pun,
ketika mamisia barryak faTai, rhasih ada orang-orang yang
sungguh-sungguh berusaha mencontoh Rasulullah saw. di tengah-tengah
kesibukan dunia dan kemungkaran serta kemaksiatan yang merajalela. Nabi
saw. bersabda, "Allah berfirman, "Hai anak Adam, luangkanlah waktumu
untuk beribadah kepada-Ku, Aku akan lapangkan keperluanmu, dan Aku akan
hapuskan kemiskinanmu. Jika tidak, Aku akan membebanimu dengan
kesibukan, dan kemiskinanmu tidak akan terhapus." Kita sering melihat
kebenaran hadits tersebut.
Dari
Anas ra., Rasulullah saw. bersabda, "Apabila tiba malam Lailatul-Qadar,
maka malaikat Jibril turun (ke dunia) bersama kumpulan para malaikat
dan akan berdoa bagi orang yang melaksanakan shalat malam atau duduk,
berdzikir. Dan pada hari raya Idul Fitri, maka Allah akan
membangga-banggakan mereka di hadapan para malaikatnya dan berfirman,
"Wahai para malaikatku, apakah balasan bagi orang yang telah
melaksanakan pekerjaannya?" Para malaikat menjawab, "Ya Rabb kami,
diberikan ganjaran untuknya." Dia berfirman, "Wahai para malaikat-Ku,
hamba laki-laki dan perempuan-Ku telah melaksanakan kewajiban-kewajiban
mereka. Kemudian mereka pun keluar (untuk shalat led) dan mengeraskan
suaranya untuk berdoa. Sungguh, demi kemuliaan-Ku, kemegahan-Ku,
kehormatan-Ku, dan ketinggian tempat-Ku yang tertinggi, pasti Kukabulkan
doa-doa mereka." Lalu Allah berfirman kepada manusia, "Kembalilah
kalian. Sungguh Aku telah ampuni kalian dan mengganti keburukan kalian
dengan kebaikan-kebaikan." Nabi saw. bersabda, "Mereka pun kembali
dengan memperoleh ampunan." (Baihaqi)
Faedah:
Al-Quran
menyatakan dengan jelas mengenai kedatangan Jibril as. bersama para
malaikat ke dunia ini. Dan masih banyakhadits-hadits yang menyebutkan
hal iru. Dalam risalah akhir akan dinukilkan sebuah hadits yang
menerangkan tentang masalah ini dengan jelas. Bahwa Jibril as.
memerintahkan para malaikat lainnya, "Pergilah kepada ahli-ahli dzikir
dan ahli ibadah di dunia ini dan berjabat tanganlah dengan mereka."
Dalam Ghaliyatul Mawa'idz diriwayatkan oleh Abdul Qadir Jaelani rah.a. dari Ibnu Abbas dalam kitab Al-Ghunyah, lebih
jauh menerangkan, bahwa dengan perintah Jibril as. ,para malaikat pun
pergi ke rumah-rumah besar ataupun kecil, di hutan atau di atas kapal,
dimana pun terdapat orang yang beriman, dan menyalami serta menj abat
tanganny a. Namun para malaikat, tidak mengunjungi rumah-rumah yang di
dalamnya terdapat anjing, babi, atau orang junub karena pekerjaan haram
dan gambar makhluk hidup. Banyak rumah-rumah kaum muslimin yang dengan
sengaja menempelkan dalam rumahnya hiasan-hiasan yang menyebabkan para
malaikat tidak memasuki rumah tersebut. Betapa ruginya mereka yang tidak
dimasuki malaikat rahmat hanya karena dipajang gambar untuk hiasan.
Terkadang hanya seorang saja yang memasang gambar tersebut, namun
menyebabkan malaikat rahmat terhalang memasuki rumahnya, sehingga
seluruh ahli rumah itu juga terhalang dari rahmat tersebut.
Hadits Ke-4
Dari
Aisyah r.ha., Rasulallah saw. bersabda, "Carilah olehmu malam
Lailatul-Qadar pada malam-malam ganjil dari 10 malam pada akhir bulan
Ramadhan. " (Bukhari - Misykat) .
Faedah :
Menurut
jumhur (kebanyakan) ulama, sepuluh hari terakhir yaitu dimulai dari
malam ke-21. Biasanya bulan Ramadhan terdiri dari 29 atau 30 hari. Maka
siapapun hendaknya mencari Lailatul-Qadar pada malam ke-2 1 , 23, 25,
27, dan 29. Meskipun dalam sebulan terdiri dari 29 hari, maka malam
disebut sebagai sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan. Namun Ibnu
Hazm berpendapat lain, lafazh 'asyrah ' dalam hadits di atas
bermaksud sepuluh. Dengan demikian benarlah perhitungan di atas, yaitu
jika bulan Ramadhan berlangsung selama 30 hari. Akan tetapi, apabila
bulan Ramadhan itu berlangsung selama 29 hari, maka sepuluh hari
terakhir dimulai dari malam ke-20. Menurut perhitungan ini, maka malam
ganjil adalah malam ke-20, 22, 24, 26, dan 28.
Namun,
Nabi saw. telah menganjurkan para sahabatnya agar mencari
Lailatul-Qadar diiringi dengan i'tikaf. Alim ulama telah sepakat bahwa
ketika mencari Lailatul-Qadar, Rasulullah saw. beri'tikaf, mulai pada
malam ke-21 bulan Ramadhan. Berdasarkan hal ini, alim ulama sepakat
bahwa Lailatul-Qadar turun pada malam ganjil. Walaupun ada kemungkinan
turunnya Lailatul Qadar pada malam lainnya. Kedua pendapat ini dapat
digunakan. Dengan demikian, setiap malam mulai malam ke-20 sampai malam
Idul Fitri, digunakan untuk ibadah, dengan konsentrasi untuk memperoleh
Lailatul-Qadar. Sepuluh atau sebelas malam beribadah, tidaklah berat
jika dibandingkan besarnya pahala yang telah Allah janjikan.
Hadits ke-5
Dari
Ubadah bin Shamit ra., Nabi saw. keluar untuk memberitahukan kepada
kami tentang malam Lailatul-Qadar. Tapi tiba-tiba ada dua orang diantara
kami yang saling mencaci. Rasulullah saw. bersabda, " Aku keluar untuk
memberitahu kalian tentang malam Lailatul-Qadar, tetapi sayang, fulan
dan fulan bertengkar maka dicabutlah pengetahuan tentang Lailatul Qadar
itu .Barangkali hal itu untuk kebaikan kalian, hendaknya kalian
mencarinya pada malam ke-9,ke-7danke-5." (Bukhari).
Faedah:
Tiga persoalan penting dinyatakan dalam hadits di atas. Pertama, suatu
permasalahan terpenting yaitu tentang perselisihan yang menyebabkan
kerugian besar, sehingga penentuan yang tepat mengenai malam Lailaitul
Qadar telah diangkat dari kita. Disamping itu, perdebatan dan
perselisihan memang selalu menghilangkan keberkahan. Suatu ketika, Nabi
saw. bertanya kepada para sahabat, "Maukah kutunjukan kepadamu amalan
yang lebih baik daripada shalat, puasa, dan sedekah?" Jawab sahabat,
"Tentu." Sabda Beliau saw., "Perbaikilah hubungan diantara kalian.
Jauhilah perdebatan, karena sesungguhnya perselisihan diantara kalian
akan merusak iman, seperti pisau cukur mencukur bersih rambut. Seperti
itulah, perdebatan akan membersinkan agama dari diri kita." Terlebih
lagi bagi para ahli dunia yang tidak beragama, bahkan diantara
orang-orang yang terlihat taat dalam agama dan selalu berdzikir
lama-lama, pun sering terjerumus dalam perdebatan. Sebaiknya, ingatlah
sabda Rasulullah saw. tersebut dan pikirkanlah tentang agama kita agar
kita dapat memperbaikidiri.
Pada
pasal pertama buku ini, telah dibahas mengenai adab dan tata tertib
berpuasa. Rasulullah saw. bersabda, bahwa merusak kehormatan seorang
muslim adalah riba. Akan tetapi, kita sering tidak peduli dengan
kehormatan muslim lain atau melalaikan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Al-Qur"an menyatakan, "Dan jangan bertengkar diantaramu, karena itu akan menghilangkan keberanianmu dan kekuatanmu. "(Al-Anfal:
46) Sekarang saatnyabagi orang-orang yang selalu menyakiti dan
mengganggu kehormatan serta harga diri orang lain, agar memikirkan dan
merenung betapa mereka telah merugikan dirinya sendiri, dan berpikir
bahwa perbuatan mereka itu sangat tercela dan menjadikan dirinya hina
dalam pandangan Allah. Dan renungkanlah tentang kehinaan dunia itu
sendiri. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa memutuskan silaturahmi
dengan saudara muslimnya lebih dari tiga hari, lalu mati dalam keadaan
demikian, ia akan langsung masuk ke neraka." Hadits lainnya menyatakan
bahwa setiap hari Senin dan Kamis, semua amalan manusia akan dibawa ke
hadapan Allah. Kemudian melalui rahmat-Nya (sebagai hasil kebaikannya)
akan diberikan ampunan kepada manusia, kecuali mereka yang menyekutukan
Allah. Akan tetapi bagi dua orang yang berselism, dikatakan oleh Nabi
saw. Bahwa Allah berfirman, "Biarkanlah dahulu hal ini, sehingga mereka
berdamai."
Hadits
lain menyatakan bahwa amal perbuatan manusia akan dihadapkan kepada
Allah setiap hari Senin dan Kamis. Barangsiapa bertaubat pada hari itu,
taubatnya akan diterima. Barangsiapa meminta ampun kepada-Nya, akan
diampuni. Kecuali mereka yang berselisih. Mereka akan dibiarkan
sebagaimana keadaannya. Sebuah hadits menjelaskan bahwa pada malam Bar a'at, yaitu malam ke-15 SyaTsan (Nisfu Sya'ban), rahmat
Allah diberikan kepada seluruh makhluk-Nya dan maghfiroh diberikan
dengan berlimpah, kecuali kepada dua orang; (1) Orang kafir, dan (2)
Orang yang menyimpan dendam kepada orang lain. Hadits lain menyebutkan,
"Tiga orang yang shalatnya tidak naik, walaupun sejengkal di atas kepala
mereka, diantaranya ialah orang-orang yang bertengkar."
Hadits
tersebut sedikit telah menyimpang dari pokok pembicaran. Hal itu
sengaja saya nukilkan karena bukan hanya masyarakat awam, para tokoh
masyarakat, orang-orang mulia, alim ulama pun telah terperosok dalam
perbuatan ini dalam majelis dan pertemuan-perternuan mereka. Hanya
kepada Allahlah saya mengadu, dan hanya Dia-lah Maha Penolong.
Selanjutnya,
ada suatu hal penting yang patut dipahami, bahwa semua pertengkaran dan
permusuhan itu berkenaan dengan urusan duniawi. Seandainya pemutusan
hubungan ini dilakukan karena kefasikan seseorang ataupun untuk
melindungi agama, hal itu dibolehkan. Suatu ketika Ibnu Umar ra.
meriwayatkan sebuah hadits Nabi saw., lalu anaknya mengucapkan suatu
kalimat yang yang pada lahimya menyanggah atas sabda Nabi saw. tersebut.
Akibatnya Ibnu Umar ra. tidak mau lagi berbicara dengan anaknya selama
hidupnya. Masih banyak peristiwa sama dalam kehidupan sahabat ra..
Tentang peristiwa yang terjadi pada diri kita, hanya Allahlah Yang Maha
Tahu, dan Dia sajalah yang mengetahui keadaan yang sebenarnya. Siapakah
sebenarnya yang telah memutuskan hubungan karena membela agama, dan
siapakah yang memutuskan hubungan hanya karena membela kehormatan,
kebanggaan, dan harga diri. Siapapun bisa saja mengatakan bahwa
kemarahan pribadinyapun untuk agama.
Hal
kedua yang patut dipahami dari hadits ini ialah, agar manusia ridha dan
menerima dengan lapang dada atas setiap keputusan dan hikmah Ilahi
dalam setiap urusan. Yakni, walaupun penetapan Lailatul-Qadar telah
hilang, dan dianggap sebagai kerugian besar, namun karena hal ini
keputusan Allah.Karena itulah Rasulullah saw. bersabda, "Yang demikian
mudah-mudahan menjadi lebih baik bagi kalian." Suatu pelajaran yang
sangat penting untuk direnungkan. Bahwa setiap saat Allah selalu
merahmati dan mengasihi hamba-hamba-Nya. Bahkan ketika seseorang ditimpa
suatu bencana akibat perbuatan buruknya sendiri, lalu dengan sedikit
tawajuh ia mengakui kelemahannya, maka Allah swt. akan menghapuskan
bencana tersebut dengan segala kasih sayang-Nya. Bencana itu akan
menjadi penyebab turunnya kebaikan. Tidak ada yang sulit sedikitpun bagi
Allah swt..
Para
ulama menyatakan bahwa dengan tidak diketahuinya secara pasti waktu
turunnya Lailatul-Qadar, hal ini mengandung beberapa kebaikan:
1.
Seandainya diketahui secara pasti turunnya malam Lailatul-Qadar, maka
orang-orang yang berkebiasaan buruk, enggan beribadah pada malam-malam
lainnya. Dengan tidak diketahui kepastiannya, maka akan membuat
seseorang berjaga-jaga dan beribadah sepanjang malam, dengan harapan
akan menjumpai malam tersebut. Sehingga ia akan memperoleh taufik untuk
beribadah pada malam lainnya.
2.
Banyak diantara kita, orang-orang yang tidak dapat menghindari
kemaksiatan. Jika mereka mengetahui kepastian masa Lailatul-Qadar, namun
masih tetap dalam kemaksiatan dan dosa, maka dapat dibayangkan
akibatnya. Suatu ketika Rasulullah saw. memasuki masjid. Beliau melihat
seorang sahabat sedang tidur. Beliau saw. berkata kepada Ali ra.,
"Bangunkanlah ia agar berwudhu." Lalu Ali ra. membangunkannya, dan
berkata kepada Nabi saw., "Ya Rasulullah, biasanya engkaulah yang selalu
bersegera dalam kebaikan. Mengapa bukan engkau saja yang
membangunkannya?" Atas pertanyaan ini, Nabi saw. menjawab," Aku takut
jika orang ini menolak perintahku. Dan orang yang menolak perintahku
berarti kufur. Sedangkan jika ia menolak perintahmu, ia tidak menjadi
kufur." Demikian pula Allah dengan rahmat-Nya tidak menginginkan seorang
muslim berbuat dosa dan maksiat, sedangkan ia mengetahui bahwa malam
itu adalah malam Lailatul-Qadar.
3.
Jika diketahui kepastian malam Lailatul-Qadar, namun karena suatu
halangan, ia lewatkan malam tersebut tanpa ibadah, maka pada malam-malam
lainnya, ia akan malas beribadah karena merasa sudah terlanjur
terlewati. Sekarang ini, karena tiada kepastian datangnya
Lailatul-Qadar, maka setidaknya akan banyak orang yang bangun untuk
beribadah.
4. Setiap usaha yang digunakan untuk mencari Lailatul-Qadar, akan menjadi pahalabaginya.
5.
Apabila manusia beribadah pada bulan Ramadhan, maka Allah akan
membanggakannya di hadapan para malaikat. Sebagaimana termaktub dalam
hadits sebelumnya. Dengan ketidaktahuan tentang kepastian datangnya
malam tersebut, maka pada setiap malamnya mereka
akan rajin beribadah dan bangun malam karena Allah, untuk memperoleh
Lailatul-Qadar tersebut. Dapat dibayangkan bagaimana keadaan mereka jika
mereka mengatahui kepastian datangnya Lailatul-Qadar?
Di
samping itu masih terdapat keuntungan dan maslahat lainnya dalam
masalah ini. Inilah yang menyebabkan Allah swt sering merahasiakan
hal-hal tertentu. Karena dibalik itu semua, terdapat maslahat dan
manfaat yang penting yang tidak kita ketahui. Juga dalam masalah lain,
seperti masalah Ismu A'dzam dan suatu saat pada hari Jum'at yang doa
akan dimakbulkan, Allah merahasiakan kepastiannya. Masih banyak hal-hal
seperti itu. Mungkin disebabkan perdebatan yang berlaku ketika itu,
sehingga tercabut kepastian tentang Lailatul-Qadar. Selain hal itu
banyak lagi kebaikan-kebaikan dalam tidak ditentukannya Lailatul Qadar
dan sebab inilah Allah swt. mempunyai kebiasaan untuk merahasiakan
perkara-perkara yang amat penting. DiarahasiakanlsmulAdzhom. Diarahasiakan waktuditerimanya do'a pada hari jum'at. Dan masih banyak lagi.
Hal
ketiga yang disebutkan dalam hadits di atas, bahwa kita dianjurkan
mencari Lailatul-Qadar yaitu pada 3 malam ke-29, ke-27, dan ke-25.
Dengan membaca hadits tersebut, kemudian dihubungkan dengan hadits
lainnya, maka kita akan mengetahui bahwa hari-hari tersebut ialah
sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Jika hitungan awal 14 malam
terakhir maka malam Lailatul-Qadar dapat terj adi pada malam ke-29,
ke-27, dan ke-25. Sebaliknya jika bulan Ramadhan terdiri dari 29 hari,
dan dihitung dari akhir maka Lailatul-Qadar dapat terj adi pada malam
ke-21,23,25. Namun jika Ramadhan terdiri dari 30 hari, maka
Lailatul-Qadar dapat terjadi pada malam ke-22, 24, 26. Tetapi, diulang
kembali bahwa selain dari malam-malam tersebut, kita pun dapat berusaha
memperoleh Lailatul-Qadar itu. Demikianlah yang menjadi sebab sehingga
terjadi perbedaan pendapat diantara alim ulama kita. Mereka berselisih
pendapat tentang ketidakpastian tanggal kedatangan Lailatul-Qadar,
sampai ada 50 pendapat bahkan bisa saja terjadi berubah-ubah seiring
pergantiaan tahun. Karena Nabi saw. sendiri pada tahun-tahun yang
berbeda, memerintahkan para sahabatnya agar mencari Lailatul-Qadar dalam
malam yang berbeda-beda. Terkadangbeliaumemastikan suatu malam
tertentu.
Abu
Hurairah ra. meriwayatkan, suatu ketika ia hadir di majelis Rasulullah
saw., yang sedang membicarakan tentang Lailatul-Qadar. Beliau saw.
bertanya, "Tanggal keberapakah sekarang?" Mereka menjawab, "22
Ramadhan." Sahut Beliau saw., "Carilah Lailatul-Qadar pada malam ini."
Abu
Dzar ra. meriwayatkan bahwa ia bertanya kepada Rasulullah saw., "Apakah
Lailatul-Qadar dikhususkan selama Rasulullah saw. hidup atau juga
diberikan setelah sepeninggalan Engkau." Beliau saw. menjawab, "Malam
itu akanberlangsung sampai hari Kiamat." Lalu say a bertanya, "Pada
bagian manakah Lailatul-Qadar itu akan datang?" Nabi saw. menjawab,
"Carilah pada sepuluh malam pertama dan sepuluh malam terakhir."
Kemudian Nabi saw. sibuk dengan pekerjaannya. Saya menunggu, dan setelah
ada kesempatan saya bertanya lagi, "Pada bagian manakah sepuluh hari
tersebut?" Pertanyaan ini menyebabkan Nabi saw. marah, yang belum pernah
saya melihat beliau demikian sebelumnya. Lalu bersabda, "Lailatul Qadar
itu tersembunyi dariku baik sebelumnya ataupun sesudahnya. Apabila
Allah berkeinginan untuk mernberitahukannya, kenapa Dia tidak
mernberitahukannya kepada kita? Carilah diantara tujuh malam terakhir
dan jangan bertanya lagi." Dalam hadits lain, sekali lagi Nabi saw.
memberitahukan kepada seorang sahabat ra. bahwa Lailatul-Qadar datang
pada malam ke-23. Ibnu Abbas ra. mengatakan, "Ketika saya sedang tidur,
seseorang mengatakan dalam mimpi saya, "Bangunlah, Inilah malam
Lailatul-Qadar." Saya pun bangun dan bersegera menjumpai Nabi saw. dan
mendapati beliau sedang shalat. Itu terj adi pada malam ke-23." Menurut
riwayat lainnya, malam ke-24 adalah malam Lailatul-Qadar. Abdullah bin
Mas'ud ra. berkata, "Barangsiapa tetap bangun malam sepanjang tahun
untuk beribadah, maka ia akan mendapatkan malam Lailatul-Qadar." (Dengan
kata lain, Lailatul-Qadar berlangsung pada suatu malam disepanjang
tahun). Ketika hal itu diceritakan kepada Ubay bin Ka'ab ra., ia
berkata, "Ya, yang dimaksud Ibnu Mas'ud, agar orang-orang tidak hanya
bangun pada malam itu dan berpuas hati dengannya." Kemudian ia
bersumpah, "Demi Allah, Lailatul-Qadar datang pada malam ke-27."
Pendapat ini juga diikuti oleh kebanyakan sahabat dan para tabi'in.
Bahwa malam itu adalah malam ke-27. Inilah maksud Ubay ra. dan juga
pendapatnya bahwa seseorang yang terus beribadah pada malam hari
sepanjang tahun tentu saja akan mengetahui kapan turunnya malam
Lailatul-Qadar. Dapat diketahui dari suatu riwayat yang dinukilkan dalam
Durrul Mantsur, bahwa menurut para Imam, terutama pendapat yang
terkenal dari Imam Abu Hanifah rah.a. yang mengatakan bahwa
Lailatul-Qadar berlangsung pada suatu malam disepanjang tahun. Sedangkan
pendapat lain mengatakan bahwa malam itu berlangsung sepanjang bulan
Ramadhan. Pendapat beliau yang kedua menyebutkan bahwa malam
Lailatul-Qadar akan berputar-putar dalam sepanjang Ramadhan. Namun
demikian, kedua murid beliau yang terkenal berpendapat bahwa malam
tersebut jatuh pada suatu malam tertentu pada bulan Ramadhan, namun
tidak diketahui kepastian waktunya.sedangkan dalam madzhab imam Syafi'i
bahwa turunnya Lailatul Qadar pada malam 21 itu lebih dekat. Bahwa
kemungkinan besar malam tersebut jatuh pada malam ke-21. Imam Ahmad dan
Imam Malik rah. a. berpendapat bahwa Lailatul-Qadar turun diantara
sepuluh malam ganjil terakhir bulan Ramadhan, yang selalu berubah dari
tahun ke tahun dan tidak tetap. Tetapi sebagian besar ulama berpendapat
bahwa kemungkinan besar Lailatul-Qadar datang setiap tahun pada malam
ke-27 bulan Ramadhan.
Syekhul
Arifin, Muhyiddin Ibnu Arabi rah.a. berkata, "Menurut pendapat saya,
yang lebih tepat adalah orang-orang yang menyatakan bahwa Lailatul-Qadar
datang pada beberapa malam dan berputar sepanjang tahun. Karena saya
telah dua kali melihatnya pada tanggal ke-15 Sya*ban, dan pada tanggal
ke-19, dan dua kali saya melihatnya pada pertengahan Ramadhan, yaitu
malam ke-13 dan ke-18. Dan saya senantiasa melihatnya di setiap malam
ganjil pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Karena alasan inilah saya
yakin bahwa Lailatul-Qadar berlangsung pada sepanjang tahun, namun
sering turun pada bulan Ramadhan."
Syah Waliyullah Dahlawi rah. a. meyakini bahwa Lailatul-Qadar akan turun dua kali setiap tahun, yaitu:
a.
Pada malam ketika perintah Allah diwahyukan (kepada para malaikat), dan
Al-Qur' an diturunkan dari Lauhul Mahfudz ke langit dunia. Malam itu
tidak terbatas pada bulan Ramadhan saja, tetapi berubah sepanjang malam
dan tahun. Namun, dapat dipastikan bahwa Al-Qur'an diturunkan pada bulan
Ramadhan, sehingga umumnya Lailatul-Qadar turun pada bulan Ramadhan.
b.
Adalah malam yang mengandung nilai rohani yang sangat tinggi, dimana
para malaikat turun dalam jumlah yang sangat banyak ke bumi, dan
syetan-syetan lari menjauh dan doa-doa serta amal ibadah banyak
dikabulkan. Malam seperti itu hanya datang pada bulan Ramadhan, selama
beberapa malam ganjil terdapat sepuluh malam terakhir secara
berganti-ganti. Pendapat Syah Waliyullah inilah yang paling diterima
oleh ayah saya.
Namun
demikian, terlepas dari apakah ada dua Lailatul-Qadar atau hanya
sekali, yang jelas siapapun hendaknya terus mencarinya sepanj ang tahun
pada setiap malam, paling tidak agar dicari pada bulan Ramadhan.
Seandainya berat, carilah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.
Anggaplah Lailatul-Qadar itu adalah harta karun yang harus kita peroleh.
Apabila ini juga dirasakan berat, maka paling tidak harta karun ini
dicari pada malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Jika
ini pun tertinggal, maka jangan sampai malam ke-27 berlalu begitu saja,
anggaplah itu sebagai harta karun. Apabila eseorang beruntung
mendapatkannya, maka itu tidak dapat dibandingkan dengan segala
kenikmatan duniawi. Bahkan seandainya seseorang gagal mendapatkan
Lailatul-Qadar, janganlah menyesal karena paling tidak ia akan menerima
pahala ibadah. Paling tidak hendaknya berusaha agar shalat Maghrib dan
shalat Isya berjamaah sepanjang tahun di masjid. Hal ini sangat penting
untuk dilaksanakan oleh setiap orang. Karena apabila Lailatul-Qadar ada
pada malam itu, maka kedua pahala tersebut jauh lebih besar. Inilah
kebesaran karunia Allah kepada seseorang yang giat berusaha untuk tujuan
agama. Walaupun ia tidak memperoleh hasilnya, namun ia masih tetap
mendapatkan pahala karena usahanya. Pada hakekatnya betapa besar
keuntungannya, namun berapakah yang berusaha keras memperolehnya untuk
tujuan agama? Dan yang sanggup berjuang hingga nyawa mereka terkorban
untuk kerja agama ini? Di sisi lain, untuk masalah-masalah dunia, jika
seseorang tidak menghasilkan sesuatu dari kerja kerasnya, maka ia
dianggap sebagai orang yang gagal dan rugi. Meskipun demikian, demi
suatu usaha yang sekadar permainan, mereka sanggup berkorban nyawa dan
harta untuk memperoleh nilai yang sedikit itu.
HaditsKe-6
Dari
Ubadah bin Shamit ra., ia bertanya kepada Rasulullah saw. tentang
Lailatul-Qadar. Beliau bersabda, "(Malam Lailatul-Qadar) terdapat pada
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Yaitu pada malam-malam ganjil,
yakni malam ke-21, 23, 25, 27, 29, atau pada malam terakhir bulan
Ramadhan. Barangsiapa menghidupkan malam Lailatul-Qadar karena Iman dan
mengharapkan pahala, maka dosa-dosanya yang terdahulu akan diampuni.
Diantara tanda-tandanya ialah suasana malam itu akan sunyi, bersih,
tenang, cerah, tidak panas dan tidak pula dingin, seperti diteduhi oleh
cahaya bulan, tidak dibolehkan bintang-bintang di lemparkan pada syetan
pada malam itu sampai pagi. Dan termasuk tanda-tandanya ialah bahwa
matahari terbit pada pagi hari itu tanpa terasa panas cahayanya, seperti
bulan purnama. Pada saat itu, Allah swt. melarang syetan-syetan muncul
bersamanya." (Ahmad, Baihaqi - DurrulMantsur)
Faedah:
Sebagian
dari yang disebutkan dalam hadits ini telah dikemukakan dalam
lembaran-lembaran yang lalu, dan yang terakhir ialah adanya beberapa
tanda Lailatul-Qadar yang sudah jelas, tidak perlu lagi dibahas dengan
panjang lebar. Di samping itu, terdapat tanda-tanda lainnya yang
disebutkan dalam hadits, atau berdasarkan pengalaman orang-orang yang
beruntung mengalaminya. Tanda-tanda khusus yang disebutkan di dalam
hadits itu adalah terbimya matahari tanpa disertai cahaya yang
menyilaukan. Banyak hadits yang meriwayatkan tentang tanda khusus ini.
Tanda-tanda lainnya ada yang tidak pasti dan tidak mesti ada. Seorang
sahabat, 'Abdah bin Abi Lubabah ra. berkata, "Pada malam ke-27 bulan
Ramadhan, saya merasakan air laut terasa manis." Ayyub bin Khalid
mengatakan, "Suatu saat saya harus mandi, dan saya mandi dengan air
laut, ketika merasakan air itu, temyata rasanya manis. Ketika itu adalah
malam ke-23." Beberapa orang masyekh menulis bahwa pada malam
Lailatul-Qadar, semua benda akan bersujud kepada Allah, bahkan pepohonan
pun akan merebah ke tanah, dan kembali lagi seperti semula. Namun hal
ini merupakan peristiwa kassyaf, yang tidak bisa dilihat oleh setiap orang.
Hadits Ke-7
Dari
Aisyah ra. ia berkata, "Aku berkata, "Ya Rasulullah saw., jika aku
mengetahui malam itu adalah Lailatul-Qadar, apakah yang sebaiknya aku
baca?" Beliau saw. bersabda, "Bacalah! Ya Allah! Sesungguhnya Engkau
adalah Maha Pemaaf. Engkau menyukai sifat pemaaf, maka maafkanlah
hamba." (Ahmad, Ibnu Majah, Tirmidzi).
Faedah:
Ini
adalah doa yang ringkas. Jika seseorang memohon supaya Allah dengan
rahmat-Nya mengampuni dosa-dosanya. Apabila ampunan itu telah diperoleh,
maka apalagi yang diperlukannya? Imam Sufyan Tsauri rah.a. mengatakan
bahwa menyibukkan diri dengan berdoa pada malam itu lebih baik daripada
ibadah-ibadah yang lain. Ibnu Rajab rah.a. mengatakan hendaknya
seseorang jangan hanya sibuk dengan berdoa, hendaknya juga melakukan
ibadah-ibadah lainnya, seperti membaca Al-Qur'an, shalat, doa, tafakkur,
dan sebagainya. Pendapat terakhir im'lah yang lebih tepat dan lebih
sesuai dengan sabda Nabi saw. dalam hadits sebelumnya mengenai keutamaan
shalat, dzikir dan ibadah-ibadah lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar